03 September 2007

UPAYA PENYEHATAN BPR DHAHA EKONOMI



Senin, 3 September 2007
Penyunting : JOUHAR B.R., S.H.

Perlahan-lahan, kinerja Bank Dhaha Ekonomi yang pernahterancam dilikuidasi BI, membaik. Apa strategi yang ditempuh Bukopin dalam membenahinya?

Tahun 2001. Sofyan Basir (kini Dirut BRI), yang saat itu menjabat Direktur Utama Bank Bukopin, menyempatkan datang ke Kediri untuk melihat langsung kondisi Bank Dhaha Ekonomi (BDE). Kondisi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Jalan Erlangga 25, Kediri, Jawa Timur itu tak juga membaik. Sebenarnya, tiap tahun BDE memperoleh laba. Sayangnya, laba yang dihasilkan tak dapat menutupi kerugian kumulatif yang nilainya mencapai Rp 4 miliar. Bisa dikatakan, menambah modal adalah pilihan sulit bagi Bukopin selaku pemegang saham mayoritas. Namun, jika tak ada suntikan modal, Bank Indonesia (BI) terpaksa melikuidasi BDE.


Kondisi itu tak urung memancing perdebatan sengit di kalangan petinggi Bukopin. Apakah BDE layak diselamatkan dan dipertahankan keberadaannya? Sofyan tak mau bertindak gegabah. Untuk mencari jawabannya, dia bersama tim Bukopin melakukan semacam studi kelayakan. Salah satu cara yang diambil adalah bertanya langsung ke nasabah dan penduduk yang tinggal di sekitar bank ini. Ternyata, respons dan persepsi masyarakat -- khususnya nasabah -- terhadap bank ini, positif. Demikian pula, hasil analisis dan potensi pasar di wilayah Kediri dan sekitarnya memberikan gambaran bahwa bank ini layak dipertahankan.

Akan tetapi, jika BDE ingin selamat dari likuidasi yang kedua kalinya, pemegang saham harus menyuntikkan dana segar sekitar Rp 1,7 miliar untuk modal disetor. Berlandaskan hasil survei tersebut, Bukopin akhirnya berhasil menghimpun tambahan modal untuk BDE sebesar Rp 2 miliar. Dana sebesar itu diperoleh dari anak perusahaan Grup Bukopin, PT Mitra Sarana Usaha (Rp 1,6 miliar) dan Bank Bukopin sendiri (Rp 400 juta). Maka, untuk kedua kalinya BDE selamat dari ancaman likuidasi BI

Bila dirunut ke belakang, boleh dikatakan BI-lah yang mendorong Bukopin berinvestasi di BDE. Komisaris Utama BDE Des Emylia mengisahkan, tahun 1996 BDE mengalami krisis lantaran salah kelola (miss-management). "Krisis ini mengakibatkan BDE ditinggalkan seluruh nasabahnya. Saat itu, mereka sudah tidak percaya lagi pada bank ini," Des memaparkan kemelut di BDE. Karena gemas melihat kinerja BDE yang terus memburuk, BI pun mengancam akan melikuidasi bank ini jika tak ada investor baru yang masuk.

Namun, mengingat sejarahnya yang panjang -- BDE didirikan pada 5 Maret 1970 dan sempat menjadi BPR tersohor di Kediri -- BI merasa sayang bila harus menutupnya. Sebagai jalan keluar, BI mengajak Bank Bukopin berpartisipasi menyelamatkan BDE. Menurut Des, BI menilai target pasar BDE mirip Bukopin: menyasar kalangan usaha menengah-kecil-mikro (UMKM).

Manajemen Bukopin pun tak menutup mata. Bank yang sebelum diambil alih bernama Bank Desa Dhaha Ekonomi ini dulunya adalah lembaga keuangan dan pembiayaan tingkat desa yang cukup berhasil di Kediri. Ini terlihat dari besarnya dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun waktu itu, di samping jaringan kantor yang cukup banyak. Selain kantor pusat yang berlokasi di Jalan Erlangga, BDE memiliki 7 unit kantor pelayanan kas.

Di sisi lain, sebagai bank swasta nasional yang berbasis masyarakat perkoperasian dan sektor UMKM, Bukopin berkepentingan untuk berada lebih dekat dengan pelaku pasar di Kediri dan sekitarnya. gBank Dhaha Ekonomi kelak menjadi salah satu gurita Bank Bukopin. Terlebih, saat itu kami belum memiliki kantor cabang di daerah Kediri,h tutur Des mengenai mimpi Bukopin.

Saat pengambilalihan itu terjadi, jumlah dana yang disuntikkan Grup Bukopin dalam rangka menyehatkan BDE cukup besar, yakni Rp 4 miliar. Perinciannya: Rp 3,5 miliar untuk mengembalikan dana masyarakat dan Rp 500 juta sebagai modal disetor. Menurut Des, masa persiapan untuk mengambil alih BDE membutuhkan waktu sekitar 6 bulan. Di tahun yang sama, tepatnya 9 September 1996, Bukopin resmi menjadi investor baru. Nama bank pun diubah menjadi PT BPR Bank Dhaha Ekonomi.

Agar lebih fokus memetakan persoalan BDE sekaligus menentukan langkah-langkah yang harus dilaksanakan, manajemen baru membentuk dua tim sekaligus. Tim pertama terdiri dari karyawan Kantor Pusat Bukopin dan Kantor Cabang Bukopin Surabaya. Tim ini bertugas menginventarisasi permasalahan, menganalisis, serta merumuskan penyelesaiannya baik dari aspek ekonomis, bisnis maupun yuridis. Sementara itu, tim kedua terdiri dari karyawan kantor cabang Bukopin lainnya. Tim kedua merupakan pelaksana dari seluruh tugas yang dirumuskan tim pertama. Di antaranya, membayar dana nasabah yang berupa tabungan dan deposito, membuat sistem dan prosedur perbankan yang mengacu pada sistem dan prosedur Bank Bukopin, menyusun struktur organisasi baru serta pedoman operasional dan kredit, merekrut karyawan baru, serta membuat job-desk karyawan.

Tim kedua juga bertugas menyosialisasi dan menginformasikan kepada masyarakat bahwa Grup Bukopin berada di belakang BDE. Selain mengubah namanya, manajemen Bukopin juga menambahkan sebutan gGrup Bank Bukopinh di belakang nama BDE. Hal ini terlihat jelas di logo perusahaan, papan nama kantor hingga kartu nama jajaran direksi dan pegawai BDE, khususnya para account executive. Upaya ini dilakukan demi meraih kepercayaan masyarakat Kediri, khususnya mantan nasabah dan calon nasabah.

Tak hanya itu. Tim ini jugalah yang memulai aktivitas operasional perbankan, seperti melakukan funding dan lending, selain menyelesaikan masalah yang masih tersisa. Setelah permasalahan krusial dapat diatasi dan operasional bank mulai berjalan lancar, secara bertahap tim yang ada ditarik semua dan digantikan dengan karyawan baru, bukan karyawan Bukopin. Hanya Dewan Komisaris dan Dewan Direksi yang terdiri dari personel Bukopin.

Des menjelaskan, sejumlah perubahan mendasar terjadi di BDE setelah bank ini diambil alih Grup Bukopin. Pertama, kepemilikan saham berpindah dari pemegang saham lama ke pemegang saham baru. Asal tahu saja, Grup Bukopin -- terdiri dari Bank Bukopin, Yayasan Dana Kesejahteraan Bank Bukopin, Koperasi Karyawan Bank Bukopin Surabaya, Koperasi Karyawan Bank Bukopin Malang dan Koperasi Karyawan Bank Bukopin Denpasar – memegang 99,99% saham. gMeski pemegang saham lama masih tersisa 0,01%, bisa dikatakan sudah tidak ada lagi orangnya di Bank Dhaha Ekonomi,h Des menambahkan.

Kedua, penggantian direksi dan masuknya komisaris dalam jajaran manajemen baru. Ketiga, penerapan sistem komputer yang mengacu pada sistem komputerisasi Bank Bukopin. gSemua sistem komputer yang lama diganti dengan yang baru,h kata wanita bertubuh mungil ini. Keempat, seluruh karyawan lama diberhentikan satu per satu dan diganti dengan karyawan baru yang direkrut manajemen baru dengan menggunakan standar tes karyawan Bukopin.

Kendati perubahan sudah dilakukan, kinerja BDE belum juga menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Peninggalan utang di masa lalu yang cukup besar membuat langkah BDE terseret-seret. "Keuntungan yang diperoleh setiap tahun ternyata belum bisa menutupi beban utang di masa lalu," kata Dirut BDE Ahmad Taslim. Karena itulah, tahun 2001 BDE kembali mendapat suntikan modal dari Grup Bukopin.

Ketika bergabung dengan BDE tahun 2002, yang pertama dilakukan Taslim adalah menciptakan produk, berupa penawaran pinjaman yang ditujukan kepada karyawan Bank Bukopin. Menurutnya, memberi kredit kepada karyawan Bukopin -- yang notabene juga pemegang saham BDE -- risikonya relatif kecil. gSaya buat proposal penawaran dan saya ajukan kepada direksi Bukopin. Ternyata, produk ini mendapat respons positif,h katanya mengenang.

Langkah Taslim berikutnya, bekerja sama dengan para dealer sepeda motor. Selanjutnya, menawarkan kredit motor ke karyawan pabrik gula dan kalangan universitas. Kredit motor juga diberikan kepada pegawai negeri, seperti guru dan karyawan kantor pos. gMemberi kredit kepada para pegawai negeri relatif kecil risikonya. Tinggal potong gaji untuk membayar cicilan kreditnya,h ujar ayah Mayangsari (9 tahun) ini.

Sebelum Taslim masuk, bank ini hanya punya satu deposan dengan nilai sekitar Rp 70 juta dan hanya satu kreditor. Menyadari kekurangan itu, dia pun bertekad menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada bank ini. Visi bank ini – yakni menjadi BPR yang sehat, kuat dan terpercaya -- perlu ditumbuhkan kembali. Sayangnya, masyarakat telanjur trauma karena bank ini sempat bangkrut. gKarena itu,h ia menuturkan, gfokus utama pekerjaan saya sejak bergabung adalah melakukan promosi demi meraih kepercayaan baru nasabah."

Dalam upaya mewujudkan visi tersebut, Taslim menempuh beberapa strategi. Pertama, memperluas jaringan pemasaran melalui kerja sama dengan beberapa perusahaan, instansi, BUMN, serta koperasi di Kediri dan sekitarnya. "Misalnya, menyalurkan kredit motor kepada pegawai negeri sipil, ABRI dan karyawan BUMN. Selain itu, kami juga membuat MOU dengan dealer motor seperti Honda, Suzuki dan Yamaha.h

Untuk memudahkan penyaluran kredit bagi pensiunan pegawai negeri sipil, BDE bekerja sama dengan Kantor Pos Nganjuk. Juga, dengan Koperasi Karyawan Raga Besari Universitas Islam Kediri dalam penyaluran kredit bagi pegawai dan dosen. Kerja sama dilakukan pula dengan Koperasi Karyawan Hotel Merdeka, pabrik gula, pesantren, dan lain-lain. Di luar itu, ia menambahkan, gUntuk bengkel sepeda motor, kami memberikan kredit modal kerja.

Strategi kedua, meningkatkan daya saing BDE di antara BPR yang ada di Kediri. gDalam hal ini kami berupaya agar rate yang ditawarkan lebih menarik dibanding BPR lainnya,h tuturnya. Selain itu, layanan kepada nasabah lebih ditingkatkan dan dipercepat agar mereka tidak beralih ke bank lain.

Taslim memaparkan, persaingan bank di Kediri semakin ketat. Saat ini setidaknya ada 13 BPR yang beroperasi di Kotamadya Kediri. Di luar itu, jumlah bank umum yang membuka cabang di kota ini pun makin banyak. Ditambah pula dengan maraknya koperasi simpan-pinjam dan bank umum yang menawarkan jasa simpan-pinjam dengan bunga yang menarik serta proses pencairan kredit yang cukup cepat. Menyikapi persaingan sengit ini, BDE memfokuskan diri menggarap sektor perdagangan kecil dan kelontong yang berlokasi di pasar.

Sejauh ini, Taslim optimistis BDE dapat bertahan di tengah persaingan tersebut. Mengapa? gRate yang kami tawarkan cukup kompetitif dibanding BPR lain," katanya yakin. Sebagai contoh, kredit yang diberikan kepada karyawan Bank Bukopin, bunga efektif yang diberikan sekitar 2% per bulan. Untuk jenis kredit yang sama, rata-rata BPR di Kediri memberi bunga 2%-3% per bulan. Jadi, rata-rata bunganya 27% per tahun. Dengan bunga yang lebih murah, BDE, menurut Taslim, berhasil menarik nasabah yang sebelumnya dilayani bank lain

Hasilnya pun kini mulai kelihatan. Saat ini BDE memiliki sekitar 1.000 nasabah tabungan perorangan dengan total dana pihak ketiga per Juli 2005 berjumlah Rp 825 juta. Sementara itu, total kredit yang berhasil dikucurkan mencapai Rp 9 miliar dengan jumlah debitor sekitar 1.000 orang. Taslim mengakui, jumlah nasabah deposito belum banyak. Karena itu, gKami sedang giat-giatnya meluaskan dan menambah jumlah nasabah deposito dan tabungan individu. Salah satu caranya, kami berencana membuka kantor kas dekat pusat perdagangan di Kediri. Biar semakin dekat dan cepat melayani nasabah,h ungkap penggemar masakan Padang ini.

Salah seorang debitor BDE, Ahmad Sodiq, pun mengakuinya. Dia menilai, suku bunga pinjaman yang ditawarkan BDE kepada para debitor -- khususnya untuk modal kerja -- lebih ringan dibanding BPR atau bank umum lainnya di Kediri. gSebelum ke sini (BDE – Red.), saya sudah keliling dan bertanya di berbagai bank yang ada di sini. Setelah saya hitung-hitung, bunga di sini tidak memberatkan pedagang kecil seperti saya ini,h ujarnya menegaskan. Di samping bunganya yang relatif rendah, dia juga puas dengan layanan yang diberikan karyawan BDE, khususnya para Account Officer (AO)-nya. gMereka tidak langsung nawarin kredit ke saya. Mereka bersedia saya tanyai macam-macam sebelumnya. Maklum, saya awam berurusan dengan bank,h ujar pedagang soto ini polos. gMereka pun baik, membantu saya dalam menentukan besaran uang yang bisa saya pinjam. Mereka tidak semata-mata nyari nasabah, tapi juga memikirkan usaha saya agar bisa lebih berkembang sehingga saya dapat mengembalikan pinjaman tepat waktu,h kata Sodiq memuji BDE.

Keberadaan Bukopin di belakang nama BDE menambah rasa percaya diri Sodiq. gIni yang membuat saya yakin minjam di sini. Saya tahu Bank Bukopin peduli dengan pedagang kecil seperti saya. Kalau bank lain, belum tentu,h ujarnya. Maklum, Sodiq pernah punya pengalaman tak mengenakkan saat mencari pinjaman bank. gSaya pernah tanya ke bank lain. Duh, pelayanannya tidak ramah dan prosesnya berlibet dengan banyak penjelasan yang tidak saya mengerti,h katanya mengenang

Selama tiga tahun ini, Sodiq mengaku sudah tiga kali menerima pinjaman dari BDE. gPinjaman ini buat ngembangin usaha dagang saya, dari yang cuma dorongan sekarang sudah punya tempat permanen di dekat terminal Kediri,h ujar putra daerah asli Kediri ini. Pinjaman pertamanya sebesar Rp 12 juta, digunakan untuk mengembangkan usahanya. Setelah itu, ia memperoleh pinjaman kedua sebesar Rp 15 juta. Ketika ditemui SWA, dia sedang mengajukan aplikasi pinjaman sebesar Rp 35 juta dengan salah seorang AO BDE. Dia bangga, usaha sotonya -- dikenal masyarakat Kediri dengan nama Soto Bu Ijo' -- bertambah maju.

Ke depan, Taslim punya rencana demi memajukan BDE. Kantor pos adalah target pasar yang potensial bagi BDE, khususnya para pensiunan pegawai pos atau pegawai negeri lain yang selama ini mengambil uang pensiunnya melalui kantor pos. Rata-rata kredit yang diajukan para pensiunan Rp 1-5 juta. gTernyata, jumlah yang mengajukan kredit seperti ini banyak sekali. Mereka adalah target pasar kami yang sangat potensial,h katanya sumringah. Bila suku bunga yang diberikan tidak terlalu tinggi -- katakanlah 2,25% per bulan -- kantor pos bakal mendapat fee sebesar 0,75% dan sisanya (1,5%) untuk BDE. gJadi, saya rasa masih banyak potensi yang bisa digarap di kantor pos,h tambahnya. Sekarang, selain Kantor Pos Kediri, BDE menjajaki Kantor Pos Nganjuk.

Taslim juga akan fokus pada pengembangan SDM. Sekitar 5% dari biaya operasional perusahaan bakal digunakan untuk biaya pengembangan SDM. Dalam rangka menumbuhkan rasa kebersamaan, sebulan sekali ia mengadakan rapat dengan seluruh karyawannya yang saat ini berjumlah 17 orang. Di luar itu, setiap hari juga dilakukan learning dan coaching dari atasan kepada stafnya. Komunikasi dengan karyawan pun dilakukan secara terbuka dan dua arah. Dan, yang tak kalah penting, dilakukan performa appraisal setahun sekali sebagai bahan rujukan promosi dan kenaikan gaji karyawan

Mochamad Noor, Koordinator AO yang bekerja di BDE sejak 1997, membenarkan adanya suasana baru yang ditebarkan manajemen setelah bank ini diambil alih. “Saya melalui tahapan seleksi berdasarkan standar Bukopin,� ujar Noor bangga. Sebagai AO, tugasnya adalah mencari nasabah baru. Namun, di awal kehadirannya di BDE, dia disibukkan dengan kegiatan pengembalian dana para deposan dan ikut mengejar debitor agar melunasi kreditnya.

Diakui Noor, dia sempat ragu bekerja di BPR ini. Pasalnya? “Sebelum bergabung di sini, saya lihat kinerjanya parah sekali. Nasabah banyak yang kecewa dan akhirnya tak percaya lagi pada bank ini,� katanya mengenang. Tak salah, awalnya keraguan menyergapnya. Noor berubah pikiran setelah tahu bahwa di belakang nama BDE ada Bank Bukopin. “Siapa sih yang tak kenal Bank Bukopin?� ujarnya. “Jujur saja, nama Bukopin memudahkan pekerjaan saya sebagai AO. Saya juga meyakinkan nasabah bahwa dana mereka dijamin sepenuhnya oleh Bank Bukopin,� lulusan Universitas Muhammadiyah Malang ini menambahkan.

Prosedur rekrutmen yang ketat juga dilalui Iwan Setiawan, AO yang bergabung dengan BDE sejak Maret 2003. “Materi tesnya pun mengacu pada tes karyawan Bank Bukopin. Selain direksi, orang Bukopin Pusat melalui cabang utamanya di Surabaya yang menguji saya,� ungkapnya. Saat ini, besaran gaji dan tunjangan yang diterima Iwan tak jauh berbeda dari AO Bank Bukopin. “Ada sih perbedaan,� ia mengaku, “Tapi saya rasa tidak terlalu signifikan

Selama bekerja di BDE, Noor menilai manajemen berupaya memberi kesempatan pengembangan karier kepada karyawan. Terbukti, pada Januari 2005 dia diangkat sebagai Koordinator AO. Otomatis, tanggung jawabnya lebih berat. Apalagi, dia menyadari, tingkat persaingan bank di kotanya makin ketat. Maka, dia berharap kecepatan proses pengajuan kredit bisa lebih cepat. “Biasanya harus 5 hari. Kenapa tidak diselesaikan dalam waktu 2-3 hari? Dengan demikian, nasabah tidak akan lari ke bank lain,� tuturnya menyarankan. Saat ini, saran Noor itu sedang dijajaki direksi. “Saya senang direksi mau mendengar saran kami. Saya akui, di sini kami tidak ada jarak dengan direksi,� tuturnya lagi.

Menanggapi krisis yang pernah dihadapi BDE hingga diambil alih Bukopin dan perlu mendapat suntikan dana sebanyak dua kali, pengamat manajemen strategis Roy Sembel berpendapat, ada beberapa faktor yang menyebabkan bisnis tidak berjalan lancar. Pertama, strategi yang diterapkan pemilik baru kurang mempertimbangkan kondisi awal perusahaan yang diambil alih. "Bagaimanapun, perusahaan yang diambil alih punya kultur dan cara pengelolaan yang berbeda. Dengan demikian, perlu ada masa transisi sebelum pemilik baru menerapkan secara penuh SOP (standard operating procedure) dan berbagai sistem manajemen yang dimilikinya ke anak perusahaannya itu," ujar Roy menjelaskan.

Masa transisi diperlukan paling tidak selama setahun. Menurutnya, ini berguna untuk memahami titik-titik kekuatan dan kelemahan perusahaan yang baru saja diambil alih. Terlepas dari berbagai analisis bisnis yang dilakukan pemilik baru, Roy menggarisbawahi bahwa masa transisi berguna untuk menentukan berbagai keperluan yang dibutuhkan anak perusahaan agar bisa selaras dengan perusahaan induknya. "Jika tidak bisa menyebutkan requirement-nya, bagaimana mungkin akan terjadi keselarasan? Yang ada miss-match dengan yang diinginkan perusahaan induknya kelak," katanya seraya memberi contoh, "Kita tidak bisa begitu saja menerapkan sistem TI yang biasa dipakai di perusahaan induk jika belum ada sumber daya manusia yang pas di anak perusahaan yang baru diambil alih tersebut

Roy menilai, perusahaan induk seharusnya memerhatikan kesiapan SDM yang bakal ditempatkan di anak perusahaan. Ini berarti, SDM yang ditempatkan di anak perusahaan harus sesuai dengan keperluan yang dibutuhkan. "Mereka harus diberi kesempatan untuk memahami secara benar industri yang dijalankan oleh anak perusahaan," katanya. Bila tidak, SDM yang tadinya produktif dan berkinerja baik di perusahaan induk bisa berubah menjadi tidak produktif karena kenyataannya tidak sesuai dengan keperluan anak perusahaan.

Kendati Bank Bukopin dan BDE sama-sama menekuni industri perbankan, Roy berpendapat, kedua bank ini memiliki segmen pasar yang berbeda. Positioning dalam menentukan segmen pasar selanjutnya akan memengaruhi cara dan pola kerja SDM yang menanganinya. Maka, ia menyarankan, gPerusahaan induk jangan langsung membabi buta dalam menerapkan sistem dan SOP sebelum mengetahui apakah strategi bisnisnya sesuai dengan situasi dan kondisi anak perusahaan atau tidak. Terlebih, perusahaan yang diambil alih mempunyai persoalan yang pelik.h Mengingat bank yang diambil alih menyimpan persoalan pelik, bukan tak mungkin setiap langkah yang ditempuh memiliki risiko kegagalan yang tinggi

2 komentar:

T O N I C K mengatakan...

we....mas noor keren maju terus mas...

Unknown mengatakan...

Halo, saya rindu Emamllua, pemberi pinjaman kredit swasta yang meminjamkan kesempatan waktu hidup. Apakah Anda perlu pinjaman mendesak untuk melunasi utang Anda, atau Anda membutuhkan pinjaman untuk meningkatkan bisnis Anda? Anda telah ditolak oleh bank dan lembaga keuangan lainnya? Apakah Anda membutuhkan pinjaman konsolidasi atau hipotek? mencari lebih karena kami berada di sini untuk membuat semua masalah keuangan Anda sesuatu dari masa lalu. pinjaman untuk individu yang membutuhkan bantuan keuangan, yang memiliki kredit buruk atau membutuhkan uang untuk membayar tagihan, untuk berinvestasi dalam bisnis pada tingkat 2%. Saya ingin menggunakan media ini untuk memberitahu Anda bahwa kami memberikan bantuan handal dan penerima dan akan bersedia untuk menawarkan pinjaman. Jadi hubungi kami hari ini via email di: Emamallualoanfirm@gmail.com

Statistik Pengunjung